Jakarta, Selular.ID – Pada Februari 2017, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) membuat pengumuman yang memang telah ditunggu oleh semua operator. Lelang frekwensi 2.100 dan 2.300 Ghz.
Menkominfo Rudiantara, dalam Diskusi “Optimalisasi Pemggunaan Spektrum Radio untuk Akselerasi Program Nawacita” di Jakarta (20/2/2017) menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan uji publik untuk Rancangan Peraturan Menteri (RPM) terkait tender frekuensi pada Maret mendatang.
Rudiantara mengatakan bahwa pemerintah telah siap untuk memajukan lelang Frekuensi 2.1 (10 Mhz) dan 2.3 (15 Mhz). Rencananya pada bulan Maret 2017, pihaknya akan melakukan uji publik RPM mengenai lelang frekwensi dan membuka dokumen tender kepada publik. Diharapkan pada pertengahan tahun ini pemenang tender frekuensi sudah akan diketahui.
Pasca Rudiantara mengumumkan hal tersebut, Kemenkominfo pun menggelar konsultasi publik terkait lelang frekuensi, pada 22 Februari 2017 sampai 5 Maret 2017. Mereka berharap dapat menuntaskan PM tersebut pada bulan yang sama.
Dalam perkembangannya, Rudiantara mengatakan RPM tersebut harus disempurnakan, sehingga harus ditunda hingga awal April 2017.
Sayangnya memasuki April 2017, PM yang ditunggu juga tak kunjung dibuka kepada publik.
“Belum, masih dibahas dan difinalkan,” jawab Ismail, Dirjen SDPPI Kominfo ketika ditanya apakah PM Lelang Frekuensi jadi ditandatangan awal April lewat pesan singkat kepada Selular.ID.
Ismail berkilah, belum akan ditandatanganinya PM tersebut pada Awal April karena tersebut masih dalam koridor perencanaan. Selain itu, hasil konsultasi publik terkait lelang frekuensi ini juga belum disampaikan kepada publik oleh Kemenkominfo.
Meski beralibi masih banyak yang dibahas dan difinalkan, molornya PM lelang, tak terlepas dari sikap kehati-hatian Ismail. Sebelumnya, diketahui bahwa Ismail pernah melakukan konsultasi kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), pada Jumat (24/3). Ismail pun menegaskan bahwa konsultasi ini sebenarnya tak hanya dengan LKPP saja namun juga lembaga lain yang terkait.
“Konsultasi yang kita lakukan hanya untuk kehati-hatian saja. Kita akan diskusi dengan semua pihak yang terkait dengan lelang frekuensi,” terangnya.
Sikap kehati-hatian yang dilakukan Dirjen SDPPI memang sangat wajar. Mengingat sejauh ini banyaknya pihak, baik lembaga maupun perorangan, melemparkan pandangan yang berseberangan dengan kebijakan Kemenkominfo.
Ismail tentunya tak ingin lelang frekwensi di kemudian hari akan meninggalkan gunungan masalah. Yang nantinya membuat ia bolak-balik berurusan dengan aparat hukum.
Apalagi rencana lelang frekwensi tersebut juga belakangan menuai gugatan hukum. Pengadilan Negeri (PN) mengabulkan tuntutan yang diajukan PT Internux ke Kemenkominfo. Dalam gugatan itu Internux meminta diberikan spektrum 30 MHz di pita 2,3 GHz tanpa proses lelang untuk produknya, Bolt.
Internux yang merupakan anak perusahaan Lippo Group beralasan, pada 2014 lalu Kominfo juga melakukan hal serupa untuk PT Smart Telecom (Smartfren). Kala itu terjadi gangguan yang membuat Kominfo bertindak cepat dalam memindahkan jaringan Smart Telecom dari frekuensi 1,9 GHz ke 2,3 GHz.
Hal ini menjadi kisruh karena menurut sebagian orang izin frekuensi harus melewati proses pelelangan terbuka. Apalagi, spektrum Smart Telecom yang tadinya seluas 7,5 MHz di frekuensi 1,9 GHz bertambah menjadi 30 MHz di frekuensi 2,3 GHz.
Selain soal gugatan dari Internux, polemik yang beredar saat ini soal jaringan di frekuensi 2,3 GHz juga menyangkut permintaan dari anggota Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih. Kominfo diminta memberikan izin alokasi frekuensi 2,3 GHz dengan spektrum minimal 15 MHz ke penyedia Broadband Wireless Access (BWA), PT Corbec Communication.
Dalam Putusan Pengadilan Tinggi Negeri (PTUN) No. 37/G/2009/PTUN-JKT disebutkan bahwa Kominfo diminta untuk menerbitkan izin penyelengaraan Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Swicthed dengan cakupan nasional dengan layanan voice dan data dengan network based fixed and mobile yang mempunyai hak dan mendapat jaminan dari pemerintah/menteri dapat terhubung dengan jaringan lainnya atau mendapat interkoneksi dari penyelenggara lainnya dengan menggunakan kode akses (0)86X(Y).
Dalam putusan tersebut juga diperintahkan agar Kominfo memberikan alokasi frekuensi radio Broadband Wireless Access, (BWA) untuk cakupan nasional.
Meski dihadang banyak gugatan, Rudiantara memastikan pelelangan frekwensi 2,1 GHz dan 2,3 GHz tetap dilaksanakan sesuai jadwal, yakni di kisaran semester pertama 2017.
“Semua tetap jalan. Ada yang bilang terlalu buru-buru, ada yang bilang lambat. Kalau mau dituruti semua nggak jalan-jalan republik ini,” kata Rudiantara.
URL: http://ift.tt/2u4fsj1
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Apa Kabar Lelang Frekuensi 2.100 dan 2.300 Ghz?"
Post a Comment