Jakarta, Selular.ID – Akhir Mei 2017, Indosat Ooredoo mengambil keputusan yang terbilang mengejutkan. Operator terbesar kedua di Indonesia itu menghentikan layanan e-commerce Cipika yang telah dikembangkan sejak 2014. Kabar penutupan tersebut, diketahui langsung dari pemberitahuan yang ditampilkan di laman situs Cipika.
Saat ini, situs Cipika menampilkan pesan kalau mereka telah berhenti menerima pesanan sejak 22 Mei 2017 yang lalu, dan menghentikan operasional secara resmi pada 1 Juni 2017.
Prashant Gokarn, Chief Strategy and Digital Services Officer Indosat Ooredoo, tak menampik kabar penutupan tersebut. Prashant menyatakan kalau langkah ini merupakan bagian dari perubahan strategi yang dijalankan oleh Indosat Ooredoo.
“Membangun platform E-Commerce B2C butuh waktu yang lama untuk mencapai keuntungan,” ujar Gokarn menjelaskan alasan penutupan Cipika.
Untuk menghadirkan sebuah produk bisnis baru seperti Cipika, Indosat Ooredoo kini tak lagi ingin membuatnya secara internal (inhouse), namun lebih memilih untuk bekerja sama dengan pihak lain. Terutama dengan perusahaan modal ventura yang lebih berpengalaman. Hal ini sudah dilakukan terhadap Layanan e-wallet, Dompetku, yang sudah melebur ke PayPro belum lama ini.
Seperti diketahui, seperti para kompetitornya, Cipika menjual berbagai produk mulai dari makanan ringan hingga perangkat elektronik. Di awal tahun ini, mereka mencoba untuk menghilangkan beberapa kategori produk secara bertahap, seperti makanan. Produk seperti itu memang cukup menghasilkan, namun tidak bisa berkembang dengan cepat (scalable).
Sayang pada akhirnya, kiprah Cipika di bisnis jual beli online terbilang singkat. Kurang lebih, hanya 3 tahun Cipika meramaikan bisnis e-commerce di Indonesia. Perubahan kebijakan yang ditempuh oleh manajemen Indosat Ooredoo yang kini lebih fokus pada bisnis utama, yakni telekomunikasi khususnya layanan data, membuat umur Cipika tak bertahan lama.
Padahal memasuki 2017, Indosat Ooredoo menyatakan akan terus berkomitmen untuk mengembangkan Cipika, baik dalam upaya meningkatkan layanan maupun memperluas jangkauan pasar.
Sebelumnya, Division Head eCommerce Indosat Ooredoo Carlos Karo Karo, menyatakan optimis pada akhir Kuartal I 2017 akan memperkenalkan wajah baru dari Cipika.co.id. Tak lagi jualan oleh-oleh, tetapi sudah fokus ke gadget dan elektronik dengan model bisnis yang berubah sama sekali.
Model bisnis Cipika yang awalnya B2C (Business to Consumer) akan diarahkan menjadi bisnis D2R (Direct-to-Retail) dengan model JIT (Just-in-time), yaitu sistem yang dirancang untuk menekan biaya dengan waktu seefisien mungkin namun dengan kualitas terbaik. Namun nasib berkata lain. Cipika pun mati sebelum berkembang.
Terlepas dari perubahan kebijakan yang kini ditempuh oleh Indosat Ooredoo, gagalnya Cipika tentu memberi sinyal kuat terhadap pengembangan bisnis e-commerce milik operator lain.
Seperti diketahui, selain Indosat Ooredoo, tiga operator lain, yakni XL Axiata Telkom dan Smartfren juga tengah mengembangkan bisnis yang kental dengan persepsi “bakar duit” itu. XL memiliki elevenia, Telkom punya Blanja, dan Smartfren mengusung Pop Shop.
Kecuali Pop Shop yang tak banyak terdengar kiprahnya, elevenia dan Blanja tak mengendurkan sayap dalam mengembangkan bisnis e-Commerce yang semakin naik pamor di Tanah Air sejak 2014. Malah Blanja terlihat semakin agresif pasca melakukan revitalisasi tampilan, termasuk perubahan logo yang lebih tegas dan dinamis.
Portal yang digawangi Telkom dan eBay ini terlihat sudah mulai aktif dalam digital campaign serta iklan di televisi, sejak Maret 2017. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan traksi dari sisi pengunjung, sekaligus mengatrol jumlah transaksi yang dilayani.
Langkah Blanja di tahun ini memang terbilang kencang. Apalagi komitmen dua pemegang sahamnya dalam mengembangkan Blanja juga tak main-main. Baik Telkom maupun e-Bay dikabarkan akan menyuntik tambahan dana segar sekitar Rp 500 miliar pada kuartal ketiga tahun ini.
CEO Blanja.com Aulia E Marinto mengungkapkan dalam dua tahun perjalanan portal yang dikelolanya banyak momentum strategis yang dicapai. Salah satunya penetapan oleh Kementrian BUMN sebagai e-Commerce untuk produk-produk BUMN.
“Sepanjang 2016, Blanja melayani transaksi US$ 100 juta, sedangkan tahun ini ditargetkan naik menjadi US$ 150 juta. Sekarang ada dua ribu transaksi dilayani per hari dengan jumlah kunjungan 9 juta visitor. Setelah pengenalan wajah baru dan aktif beriklan di TV, kita akan lihat dampaknya bagi Blanja.com. Targetnya kita masuk tiga besar di eCommerce nasional,”pungkasnya.
Berbeda dengan Blanja, elevenia belum lagi high profile. Dirut XL Axiata Dian Siswarini terlihat lebih berhati-hati. Meski bisnis e-Commerce tengah naik pamornya, Dian mengatakan bahwa kondisinya saat ini masih dalam proses menumbuhkan permintaan, sementara dari sisi keuangan masih merugi.
“Artinya, kita harus suntik dana lagi kalau mau kebut. Saat ini tengah dilakukan assessment dari internal untuk pendanaan bagi elevenia. Kita sedang kaji semua kemungkinan, terutama mengundang investor baru masuk elevenia di luar kami berdua (XL dan SK Planet). Kita tunggu dulu hasil kajian itu keluar,” ungkap Dian.
Seperti diketahui, Elevenia sahamnya dikuasai oleh XL Axiata dan SK Planet. Keduanya pada 2013 memberikan kontribusi masing-masing sebesar US$ 18,3 juta untuk modal saham awal dan masing-masing memegang 50% dari total modal saham.
Dalam dua tahun terakhir, XL telah menggelontorkan dana yang tak sedikit untuk mendorong kinerja elevenia. Masing-masing pada 27 Januari 2015, 7 Januari 2016 dan 30 Juni 2016, XL memberikan kontribusi tambahan modal sebesar US$ 12,1 juta, US$ 9,6 juta, dan US$ 13,2 juta. Artinya, hingga semester I-2016 total dana tambahan bagi elevenia telah mencapai US$ 69,8 juta.
Gelontoran dana tersebut sukses mengatrol posisi elevenia sebagai e-commerce terpopuler ketiga di Indonesia. Mengacu pada riset yang dilakukan meta-search engine, iPrice, jumlah pengunjung yang menyambangi elevenia untuk kuartal pertama 2017, elevenia berada di nomor tiga dengan jumlah 34 juta pengunjung per bulan. Posisi pertama dan kedua masih dikuasai oleh dua pemain e-commerce independen, yakni Lazada dan Tokopedia. Lazada meraih 49 juta pengunjung dan Tokopedia 39 juta pengunjung per bulan.
Sementara Blanja masih berada di peringkat ke 8 dengan 4,8 juta pengunjung. Posisi Blanja masih kalah dengan Alfacart yang menempati ranking ke tujuh dengan 16 juta pengunjung. Alfacart menempel Mataharimall di posisi enam dengan jumlah pengunjung per bulan mencapai 18,6 juta pengunjung.
Artinya, meski mengusung target masuk posisi tiga besar, butuh extra effort bagi manajemen Blanja untuk merobohkan dominasi pemain-pemain lain yang selama ini sudah lama bercokol. Itu pun belum bicara keuntungan.
URL: http://ift.tt/2rr4aqb
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bisnis “Bakar Duit” Operator, Siapa Mampu Bertahan?"
Post a Comment