Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dilaporkan akan menerbitkan aturan mengenai merger dan akuisisi (M&A) di industri telekomunikasi dalam waktu dekat.
Diakui Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Ismail, hingga sekarang belum ada regulasi spesifik yang mengatur soal M&A di industri telekomunikasi.
Menurut Ismail, meski belum ada perundang-undangan yang spesifik, pada kenyataannya sudah banyak perusahaan telekomunikasi yang menjalankan M&A.
"Buktinya sudah beberapa kali terjadi konsolidasi seperti XL dengan Axis. Lalu Indosat dengan Satelindo. Jadi sebenarnya konsolidasi itu tanpa tambahan aturan sebenarnya sudah bisa jalan. Namun yang menjadi masalah adalah mengenai frekuensi. Hingga saat ini belum ada aturan yang spesifik mengatur mengenai kepemilikan frekuensi hasil merger perusahaan telekomunikasi," terang Ismail di Jakarta, Senin (6/5/2019).
Ismail memastikan kalau frekuensi bukanlah aset perseroan yang dimiliki oleh perusahaan telekomunikasi.
Pria yang menjabat sebagai ketua BRTI ini mengatakan, frekuensi merupakan sumber daya terbatas yang merupakan milik negara. Operator telekomunikasi hanya memiliki hak pengguna frekuensi.
"Kita akan membuat regulasi yang mengatur perhitungan mengenai berapa besar alokasi frekuensi yang layak bagi perusahaan telekomunikasi hasil M&A. Kita juga tak bisa merubah filosofi yang ada di UU bahwa frekuensi bisa langsung ditransfer kepada perusahaan hasil M&A," jelas Ismail di Talkshow dan Seminar ”Konsolidasi Jurus Pamungkas Sehatkan Industri Telekomunikasi?”
"Jika itu sampai terjadi maka akan melanggar peraturan perundangan yang ada. Karena frekuensi adalah milik negara bukan perusahaan. Jadi aturan yang baru nanti kita dipastikan tak akan merubah filosofi awal tentang kepemilikan frekuensi," lanjutnya.
Dalam penjelasan PP 53 tahun 2000 tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit, disebutkan bahwa spektrum frekuensi radio dan orbit satelit merupakan sumber daya alam terbatas, dan penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya.
Sementara itu di pasal 25 PP 53 tahun 2000, ditegaskan bahwa Pemegang izin stasiun radio yang telah habis masa perpanjangannya dapat memperbaharui izin stasiun radio melalui proses permohonan izin baru. Selain itu izin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan dari Menteri.
https://www.liputan6.com/tekno/read/3958443/realokasi-frekuensi-operator-berpotensi-langgar-uuBagikan Berita Ini
0 Response to "Realokasi Frekuensi Operator Berpotensi Langgar UU"
Post a Comment