:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1436937/original/069497100_1481811162-IMG_20161215_150552.jpg)
Seorang CEO di bisnis aviasi yang tak disebutkan identitasnya menduga adanya ‘tekanan’ terhadap AirAsia karena tak mau mengikuti kebijakan kenaikan harga tiket yang dilakukan pesaingnya.
Ia mengatakan, alasan utama sejumlah maskapai ingin menaikkan tarif karena biaya bahan bakar yang tinggi dan AirAsia tidak ingin menaikkan harga tiket.
Dan karena pemesanan perjalanan telah bergerak secara online, Traveloka dan Tiket.com yang merupakan pemain OTA terbesar, dijadikan target utama.
“Tidak ada maskapai di Indonesia yang punya strategi penjualan langsung yang kuat. Dampaknya mereka bergantung pada biro perjalanan atau OTA besar, setelah terjadi perubahan perilaku belanja ke era online," kata sumber Skift tersebut.
Ia menambahkan, maskapai sendiri tak berinvestasi besar dalam skema penjualan online yang dikelola langsung, akhirnya pemain OTA dapat memberikan user experience yang lebih baik bagi konsumen.
Konsumen Dirugikan
Dalam hal ini, Skift belum melihat pihak yang diuntungkan atas praktik tersebut. Namun yang pasti, pada akhirnya konsumen yang dirugikan. Dalam catatan Skift, harga tiket rute domestik di Indonesia naik 40 persen hingga 120 persen sejak November 2018.
Sementara itu, data Wonderful Indonesia menunjukkan Grup AirAsia membawa 3,8 juta penumpang di Indonesia dan mendatangkan sekitar 2,9 juta wisatawan asing pada 2017, naik 16 persen dari 2016.
(Isk/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Unboxing Samsung Galaxy Note 9, apa saja isi kelengkapan dalam boksnya?
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Media Asing Cium Persaingan OTA di Indonesia Tak Sehat"
Post a Comment